Selasa, 31 Juli 2012
KORELASI FAKTOR SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA DENGAN TINGKAT PENUNGGAKAN PENGEMBALIAN KREDIT P4K DI KECAMATAN MUARA BANGKAHULU KOTA BENGKULU
KORELASI FAKTOR SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA DENGAN TINGKAT PENUNGGAKAN PENGEMBALIAN KREDIT P4K
DI KECAMATAN MUARA BANGKAHULU KOTA BENGKULU
(Correlation Analysis Of Socio-Economic Household Factors To Delinquent Payment Level Of P4K Credit In Subdistrict Of Muara Bangkahulu,
Bengkulu City)
Musriyadi Nabiu Dan Reflis
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
ABSTRACT
This research is intended to study characteristics of P4K creditors who are delinquent their credit payments, examine factors influencing their late P4K credit payments. From 40 P4K creditors, only 23 creditors are able to accessed for this research and willing to participate. Rank spearman correlation and t-test methods are used to analyze the data gathered from respondents. The research finds that the level of family income and respondent’ perception on rural development are highly correlated to the level of P4K credit payment while number of family, working motivation and respondents perception on P4K program are not.
Key words: credit payment, socio-economic factors
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional memiliki tujuan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Pemerintah berusaha meratakan pembangunan agar masyarakat benar-benar merasakan hasil pembangunan. Pelaksanaan pembangunan disamping meningkatkan pendapatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan azas keadilan juga sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Penyebaran yang merata dari hasil pembangunan tersebut juga akan diwujudkan melalui kebijaksanaan yang serasi antara lain dibidang perkreditan perbankan.
Sebagian besar atau lebih dari 80% rakyat Indonesia hidup di daerah pedesaan. Dari sini jelaslah bahwa sektor pedesaan memang berperanan penting dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Kegiatan-kegiatan ini umumnya berupa usaha pertanian serta kegiatan industri kecil dan rumah tangga serta kerajinan semua kegiatan ini melibatkan kegiatan perkreditan untuk produksi disamping itu juga terdapat banyak kegiatan perkreditan untuk tujuan konsumsi terutama karena tingkat pendapatan petani atau penduduk rendah.
Salah satu ciri umum yang melekat dalam masyarakat pertanian Indonesia adalah permodalan yang lemah. Kekurangan modal ini sangat membatasi ruang gerak aktivitas masyarakat pedesaan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatannya, sedangkan sumber dana dari luar yang bisa membantu mengatasi kekurangan modal sulit diperoleh telah membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.
Taraf hidup masyarakat pedesaan pada umumnya masih relatif sangat rendah, disebabkan pendapatan dari sektor pertanian masih sangat kecil, maka ruang gerak mereka untuk memulai kegiatan usahanya sangat terbatas. Kalaupun memperoleh pinjaman modal sering kali terikat pada pemberian pinjaman gelap, dan pinjaman yang lebih tinggi dari pada bunga bank (tengkulak).
Fenomena lain yang cukup merisaukan adalah tingkat kemakmuran dan pendapatan yang rendah serta diiringi dengan kehidupan penduduk pedesaan yang banyak terlibat hutang pada lembaga kredit informal (Mubyarto: 1985). Penyediaan modal bagi anggota keluarga petani-nelayan miskin yang sebelumnya dibekali kemampuan mengembangkan usaha tertentu sudah tepat. Kalau tidak, kelompok pengangguran yang sangat kentara ini mengakibatkan kemiskinan absolut pada masyarakat petani-nelayan miskin.
Upaya yang dilaksanakan secara tidak langsung oleh IFAD atau ADB ini, dijembatani dalam sebuah proyek bernama Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani/nelayan Kecil (P4K). Proyek ini dikomandoi secara terpusat oleh Departemen Pertanian (Deptan) dengan mengandalkan para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), untuk mencari solusi ekonomi berdasarkan karakteristik kemampauan dan potensi masing-masing daerah. Petugas Penyuluh kemudian berfungsi sebagai pembina kelompok usaha petani-nelayan kecil tersebut.
Pada tahun anggaran 1994-1995 dilakukan pengembangan lokasi P4K sebanyak 12 propinsi salah satu lokasinya adalah propinsi Bengkulu. Penyaluran kredit di Propinsi Bengkulu tersebut dilaksanakan di 4 Kecamatan Kota, salah satunya adalah Kecamatan Muara Bangkahulu yang tersebar di 5 kelurahan yang terdiri atas 94 RT. Kredit yang disalurkan sebanyak Rp 55.000.000,- di Kecamatan Muara Bangkahulu ternyata memiliki tunggakan yang cukup besar, yaitu Rp 30.745.000,- yang tersebar dihampir seluruh kelurahan (Deptan, 2004).
Seperti diketahui bahwa keberhasilan kredit tidak hanya diukur dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan peningkatan hasil karena penggunaan kredit, tetapi penting juga melihat bagaimana kelancaran pengembalian kredit.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang diduga berhubungan dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit pada tingkat peserta petani proyek P4K, khususnya yang berada di Kecamatan Muara Bangkahulu kota Bengkulu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Penunggak Kredit
Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur reponden penunggak proyek P4K di Kecamatan Muara Bangkahulu terbesar pada kisaran 31-50 tahun (32%) dengan rata-rata 39,6 tahun. Tabel tersebut menunjukkan bahwa responden penunggak proyek P4K di daerah penelitian tergolong kedalam usia produktif, artinya responden penunggak proyek P4K di Kecamatan Muara Bangkahulu ini masih mempunyai kesempatan dan potensi yang besar untuk meningkatkan penerimaan dari proyek P4K terutama pemanfaatan program perkreditan. Sejalan dengan penelitian Mutmainnah (1999), bahwa seseorang pada usia produktif akan memberikan hasil yang maksimal jika di bandingkan pada usia di bawah atau diatas usia produktif.
Pendidikan
Keberhasilan suatu usahatani dapat tercipta dengan adanya sumber daya manusia. Manusia merupakan faktor produksi yang sangat menentukan dalam pembangunan, oleh karena itu manusia memerlukan pendidikan salah satu sarana untuk memajukan masyarakat (Suhardiyono. L., 1997).
Tingkat pendidikan formal peserta penunggak kredit juga merupakan salah satu pendukung keberhasilan suatu usaha, dimana dengan semakin tingginya pendidikan, maka peserta akan lebih mudah menyerap pembahuruan atau teknologi dibidang pertanian. Tabel 7 diatas memperlihatkan bahwa responden penunggak proyek P4K (40%) berpendidikan formal tamat SLTP, kategori sedang 45% dan kategori rendah atau tidak tamat SD sebanyak 15%. Jadi dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden penunggak P4K, pendidikannya masuk dalam kategori sedang atau rata-rata tamat SLTP. Ini suksesnya program wajib belajar 9 tahun oleh pemerintah, di Kecamatan Muara Bangkahulu.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Responden penunggak P4K yang jumlah tanggungan keluarganya lebih banyak, tentunya harus berusaha lebih baik dan lebih giat dalam semua kegiatan, baik usahatani maupun usaha rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tabel 7 di atas menggambarkan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden penunggak kredit relatif tinggi (42,5%) yang bekisar antara 3-5 orang dengan rata-rata jumlah tanggungan keluarga peserta penunggak adalah 4,0 orang. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki, maka ini akan menjadi faktor penghambat dalam pengembalian kredit P4K.
Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan responden penunggak mempunyai kisaran Rp 550,000,- sampai dengan Rp 950,000,- perbulan. Responden yang memiliki kategori tingkat pendapatan sedang (47,5 %) dan masuk dalam kategori rendah. Rendahnya pendapatan peserta diakibatkan karena mereka mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, dimana banyak faktor penghambat yang mempengaruhi mereka dalam menambah pendapatan, salah satu faktor tersebut adalah terus berkurangnya lahan pertanian, sehingga peserta penunggak kredit banyak yang beralih usaha pada mata pencaharian yang bersifat sementara atau lahan yang masih menyewa, sehingga pendapatan peserta menjadi rendah.
Analisa Uji Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara Faktor Independen (jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan keluarga, frekuensi mengikuti pembinaan, motivasi kerja, persepsi peserta terhadap P4K). dan Faktor dependen (tingkat penunggakan pengembalian kredit Proyek P4K) maka digunakan uji Korelasi Rank Spearman. Berikut ini tabel rekapitulasi perhitungan korelasi Rank Spearman.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Korelasi Rank Spearman, antara Faktor Independen dengan Faktor Dependen Peserta Proyek P4K di Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.
No Faktor Independen Rs Rs2 T-hitung
1. Jumlah Tanggungan Keluarga -0,447 0,199809 - 3,08037*
2. Tingkat Pendapatan Keluarga -0,732 0,535824 - 6,6231*
3. Frekuensi Mengikuti Pembinaan -0,892 0,795664 -12,1642*
4. Motivasi Kerja 0,071 0,005041 0,438781
5. Persepsi Peserta Terhadap P4K 0,117 0,013689 0,726
Sumber : Data Primer diolah, 2006 (Lampiran 11)
Keterangan *) Signifikan pada taraf kepercayaan 95% ( α = 0,05 )
t-tabel (0,25; n-2) = ± 2,021
Jumlah Tanggungan Keluarga
Dari hasil perhitungan uji Rank Spearman antara jumlah tanggungan keluarga (X1) dengan tingkat penunggakan Pengembalian kredit (Y) adalah -0,447, dengan nilai kuadrat (rs2) sebesar 0,199809. Selanjutnya diketahui uji t, bahwa jumlah tanggungan keluarga berhubungan nyata dengan penunggakan kredit. Dimana nilai t hitung sebesar -3,08037 dan t tabel -2,021 dengan taraf kepercayaan 95% atau (-t hitung < -t tabel). Hal ini disebabkan rata-rata anggota keluarga peserta proyek P4K yang mempunyai pekerjaan untuk menambah pendapatan keluarga hanya satu orang.
Hal ini sesuai dengan penelitian Riniwati (1997), dimana jumlah tanggungan keluarga bepengaruh terhadap pengembalian kredit, karena jumlah tanggungan keluarga menentukan besar kecilnya pengeluaran rumah tangga.
Tingkat Pendapatan Keluarga
Hasil analisis Uji Rank Spearman diketahui bahwa besarnya rs antara tingkat pendapatan keluarga dengan tingkat pengembalian penunggakan kredit sebesar -0,732, serta rs2 sebesar 0,535824. Selanjutnya hasil uji t diketahui bahwa tingkat pendapatan keluarga berhubungan nyata dengan tingkat penunggakan kredit. Diketahui nilai t hitung sebesar -6,6231 lebih kecil dari nilai t tabel sebesar -2.021 atau (-t hitung < -t tabel) pada taraf kepercayaan 95%.
Hal ini disebabkan karena dalam mengikuti kegiatan P4K, peserta kurang mendapatkan pengetahuan dan wawasan sehingga peserta kurang bisa mencari dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan tingkat pendapatan keluarganya. Hal ini sejalan dengan pendapat Prawiranata (1994), bahwa penyebab lain adalah disebabkan mereka menjalankan usahanya dengan pengalaman yang didapat secara turun-temurun, tidak berusaha untuk memanfaatkan peluang yang ada karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Di samping itu, banyak faktor yang mempengaruhi peserta dalam penglolaan usahanya antara lain faktor alam dan harga yang berfluktuasi, ini merupakan hambatan dalam mengembangkan usaha proyek P4K.
Hal ini sesuai dengan penelitian Farial Hildalina (1997)., bahwa semakin tinggi tahapan pelaksanaan kredit P4K, semakin rendah (kecil) pendapatan kelompok dari usaha yang dibiayai kredit P4K tersebut. KPK yang mampu memanfaatkan kredit lanjutan adalah KPK yang memiliki keragaan usaha yang baik. KPK tersebut kemudian akan (a) mampu mengembangkan usaha lain yang lebih menguntungkan, sehingga konsentrasi terhadap usaha yang dibantu KPK menurun, (b) menjadi sasaran program bantuan pengembangan usaha lain. Hal tersebut sejalan dengan kegiatan usaha P4K yang semakin kecil terhadap total pendapatan kelompok.
Frekuensi Mengikuti Pembinaan
Hasil analisis statistik Uji Rank Spearman membuktikan hubungan antara frekuensi mengikuti pembinaan terhadap penunggakan pengembalian kredit berhubungan nyata, dimana nilai t hitung sebesar -12,1642 lebih kecil dari nilai t tabel sebesar -2,021 (-t hitung < -t tabel). Hasil perhitungan ini tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak manajemen P4K, bahwa dengan adanya pembinaan diharapkan usaha yang dijalankan dari kredit yang kucurkan bisa berkembang, namun pada kenyataanya peserta P4K justru banyak yang menunggak. Hal ini disebabkan (1) Kurangnya manajemen keuangan usaha responden penunggak P4K, (2) Rata-rata tingkat kesadaran responden penunggak P4K dalam mengikuti pembinaan masih sangat kurang, (3) Rata-rata tingkat pendidikan responden penunggak P4K rendah.
Ini sesuai dengan penelitian Farial Hildalina (1997.), bahwa tingkat pengetahuan para KPK dalam mengelola usahannya sangat berpengaruh, dan kurangnya pengetahuan dalam mengelola usahanya membawa konsekuensi pada keterlambatan angsuran kredit yang pada akhirnya menimbulkan tunggakan terhadap cicilan pengembalian kredit.
Motivasi Kerja
Diketahui besarnya rs antara Motivasi kerja dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit adalah sebesar 0,071 dengan nilai kuadrat rs2 sebesar 0,005041. Selanjutnya hasil uji signifikansi dengan menggunakan uji t diketahui bahwa motivasi kerja tidak berhubungan nyata dengan tingkat penunggakan pengemablian kredit, dimana nilai nilai t hitung sebesar 0,438781 lebih kecil dari t tabel sebesar 2,021 ( t hitung < t tabel), pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis penelitian yaitu motivasi kerja memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit.
Berdasarkan hasil peneltian ini, dapat diketahui bahwa motivasi kerja peserta P4K menjamin peserta sadar dalam mencicil penunggakan pengembalian kredit. Ini berarti setiap satu satuan peningkatan maupun penurunan nilai motivasi kerja, tidak mempengaruhi peserta P4K untuk melakukan tunggakan kreditnya.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Gerungan (1983), yang menyatakan bahwa, motivasi yang memberikan penggerak, alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Dorongan yang timbul dari dalam diri manusia tersebut adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka petani perlu melakukan sesuatu agar produksi usahanya meningkat sehingga penerimaan yang diperolehnya juga akan meningkat, semakin besar jumlah penerimaan yang diperoleh dari usahatani maka semakin besar kesempatan untuk melunasi pinjamannya.
Persepsi Peserta Terhadap P4K
Besarnya rs antara persepsi peserta terhadap P4K dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit adalah sebesar 0,117 dengan nilai rs2 sebesar 0,013689. Selanjunya dianalisa dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman, hasil uji signifikasi dengan menggunakan uji t diketahui bahwa persepsi peserta terhadap P4K tidak berhubungan nyata dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit, dimana nilai t hitung 0,726 lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,021 ( t hitung < t tabel) dengan taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesa penelitian yaitu persepsi peserta terhadap P4K berhubungan nyata dengan tingkat penunggakan pengembalian kredit.
Tidak adanya hubungan yang nyata antara persepsi peserta terhadap tingkat penunggakan kredit, ini disebabkan karena selama ini baik peserta P4K maupun pihak manajemen kredit berusaha agar pengembalian kredit, khususnya tingkat penunggakannya diharapkan bisa ditekan sekecil mungkin.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat diambil beberapa kesimpulan, anatara lain:
1. Karakteristik responden penunggak kredit P4K adalah :
Umur peserta proyek P4K di daerah penelitian tergolong kedalam usia produktif. Pendidikan peserta P4K tergolong kedalam kategori sedang atau rata-rata tamat SLTP. Kemudian Jumlah Tanggungan Keluarga peserta P4K rata-rata berjumlah 4,0 orang (jiwa). Serta Tingkat Pendapatan Keluarga peserta P4K mempunyai kisaran Rp 550,000,- s/d Rp.950,000,- perbulan dan masuk dalam kategori rendah.
2. Jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan keluarga, frekuensi mengikuti pembinaan berhubungan nyata dengan penunggakan kredit, tetapi persepsi dan motivasi kerja peserta terhadap P4K tidak berhubungan nyata dengan tingkat penunggakan
Saran
Diharapkan kepada seluruh KPK proyek P4K di Kecamatan Muara Bangkahulu memiliki kesadaran untuk mencicil tunggakan kredit. Serta kepada pihak manajemen P4K untuk lebih giat lagi dalam memberikan arahan agar tujuan proyek P4K tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Deptan 2004. Peta Sebaran Tunggakan Kredit KPK Kota Bengkulu 1 April 2004. Bengkulu.
Farial, Hildalina, 1997. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Investasi Untuk Tani Kelapa Hibrida pada Proyek TCSDP (Tree Crop Smallholder Deploment Project) Propinsi Lampung. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung. Jurnal Penelitian. Vol IX. No8. Agustus 1997 UniversitasLampung.
Mubyarto, W.A, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Balai Pustaka. Jakarta.
Riniwati, N. Harahaf, 1997. Evaluasi Kredit Informasi Terhadap Usaha Penangkapan Ikan dan Komsumsi Rumah Tangga Nelayan dalam Upaya Memperbaiki Sistem Perkreditan di Desa Pantai Pasuruan , Jawa Timur, Agro Ekonomi Vol. 9 No. 2 Hal 57-66.
Singarimbun, M dan Efendi. 1987. Metode Penelitian Sosial. Cetakan ke-7. LP3ES. Jakarta.
Rabu, 25 April 2012
ANALISA PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA GAMBIR CETAK DI NAGARI SIALANG, KECAMATAN KAPUR IX, KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT
ANALISA PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA GAMBIR CETAK DI NAGARI SIALANG, KECAMATAN KAPUR IX, KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT
( Analysis of Income and Bussines Efficiency of “Gambir Cetak” Industry In Nagari Sialang, Kapur IX District, District of 50 Kota, West Sumatera )
Oleh
Ir. Reflis, M.Si*)
ABSTRACT
Research analysis of income and bussines efficiency of “Gambir Cetak” Industry is aims to determine the level of operating income and business efficiency, and to find out the differences in earnings and business efficiency of Cetak Gambir production in each season. Determining the location of the research is done on purpose (purposive), sampling is performed by simple random sampling and obtained 31 respondents (famers). Datas consist of primary and secondary datas. The primary datas are colleced through direct interviews with respondens (farmers) and the secondary datas are obtained from literature study and the institution’s documents which related to this research. The result of this research shows that the average income of “Gambir Cetak” Industry in one-year operating amounted to Rp. 7.195.965,59, in the season 1 amounted to Rp 3.266.756,989 and in season 2 amounted to Rp 3.929.208,602. The average R /C ratio (efficiency) in one year is 1,57, for season 1, Average R / C ratio (efficiency) is obtained 1,48 and in season 2, Average R/C ratio (efficiency) is obtained 1,62. Based on the datas, the “Gambir Cetak” Industry is efficient (profitable). The result of the dirrerencial income test, statistically, is obtained that the outcome of “Gambir Cetak” Industry in season 2 is higher than in season 1, evident at the level of 95%. And the Result of differencial efficiency, statistically, is obtained that the efficiency of “Gambir Cetak” Industry in season 2 is higher than in season 1, evident at the level of 95%. The problems that faced by farmers in this bussines are the fluctuation of price and the limitation of technology, famers need a guarantee of the price of products from both the government and relevant parties (stakeholders) and new technology for productivity and value added processing result of Gambir.
Keyword : Income, bussines efficiency, season of production.
*) Staf Pengajar Di Jurusan Social Ekonomi Pertanian Fak. Pertanian Universitas Bengkulu
PENDAHULUAN
Di Kabupaten 50 Kota sebaran perkebunan gambir ada di Kecamatan Kapur IX, Mahat, Pangkalan Koto Baru dan Suliki Gunung Mas. Kapur IX merupakan kecamatan penghasil gambir terbesar ( hampir 2/3 total produksi ) dari Kabupaten 50 Kota. Karena gambir memenuhi secara skala ekonomi untuk dikembangkan dan sangat potensial maka pengembangan pengolahan langsung dikembangkan pada sektor produksi tanaman gambir tersebut. Gambir yang dijadikan komoditas untuk pemasaran di hargai dengan kualitas pasar adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan yang bernama sama yaitu gambir ( Uncaria Gambier Roxb ).Bentuk cetakan biasanya silinder menyerupai gula merah atau batere pada umumnya yang berwarna coklat kehitaman, seperti itulah komoditas yang dipergunakan dalam perdagangan, ada bentuk lain berupa bubuk atau biscuit (Fauza, 2009 ).
Hasil gambir yang sudah dicetak tersebut biasanya langsung diterima pasar dalam kisaran harga tertentu dimana pada harga pasar komoditi gambir juga mengalami permasalahan klasik yaitu terjadinya fluktuasi harga ditingkat petani yang berdampak langsung terhadap pendapatan para petani yang mengusahakannya, kisaran harga jual gambir yang telah dicetak pada tingkat petani per kg adalah Rp 8.000,- hingga Rp 25.000,- ( Sumantri, 2008 ). Untuk itu petani gambir umumnya harus bisa mengikuti tren harga yang sering berfluktuasi pada komoditi gambir tersebut, dalam mengolah gambir untuk menjadi gambir cetakan para petani gambir harus memikirkan biaya produksi pengolahan agar pendapatan yang maksimal akan tercapai karena pendapatan tersebut dipengaruhi oleh harga dan produksi.
Melihat dari prospek atas usaha perkembangan usaha komoditi gambir cetak yang terbuka lebar di Kabupaten 50 Kota yang telah dapat diekspor ke berbagai daerah dan negara, khususnya pada Kecamatan Kapur IX di Nagari Sialang dimana daerah tersebut merupakan daerah yang paling banyak melakukan usaha budidaya serta produksi gambir cetak setiap tahunnya yang sesuai musim produksi, maka perlu melihat pendapatan usaha gambir cetak serta efisiensi usahanya serta mengetahui adakah perbedaan pendapatan serta efisiensi usaha yang berguna untuk pilihan petani yang juga sebagai pengusaha gambir cetak dalam memutuskan optimalisasi usahanya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Nagari Sialang Kecamatan Kapur IX Kabupaten 50 Kota Propinsi Sumatera Barat secara sengaja (Purposive). Populasi yang menjadi target penelitian ini adalah masyarakat yang mengusahakan usaha gambir cetak di Nagari Sialang dengan jumlah populasinya berjumlah 312 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana ( Simple Random Sampling) dimana tiap unit populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel ( Nazir, 1999 ). Jadi sampel diambil 10% dari populasi yang berjumlah 312 yaitu sebanyak 31 responden, dengan demikian diharapkan dapat memberikan informasi yang mewakili kondisi riil di daerah penelitian.
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui teknik wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti, sedangkan data sekunder diperoleh dari pustaka atau literatur-literatur dan instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.
Untuk menghitung pendapatan dari petani yang mengusahakan gambir cetak di dapat dari hasil penjualan produksi gambir cetak tersebut yang kemudian di kurangi dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Rumus yang digunakan yaitu :
Pd = TR – TC
TR = Y.Py
TC = FC + VC
VC = Px. X
Dimana : Pd = Pendapatan Petani Gambir ( Rp)
TR = Total penerimaan ( Rp)
TC = Total Biaya ( Rp)
Py = Harga produk yang dihasilkan ( Rp/Kg)
Y = produksi usaha (Kg)
Px = Harga Input ( Rp)
X = Jumlah Input (satuan)
Untuk menganalisa efisiensi usaha digunakan metode R/C ratio, dimana R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan ( Soekartawi, 2005 ) yang dirumuskan sebagai berikut :
R/C ratio = TR/TC
Dimana TR = Total Revenue / penerimaan ( Rp)
TC = Total Cost / Total Biaya ( Rp )
Dengan kriteria :
1. Jika R/C ratio < 1, maka usaha pengolahan gambir cetak yang diusahakan oleh petani gambir tidak efisien ( tidak menguntungkan ).
2. Jika R/C ratio = 1, maka usaha pengolahan gambir cetak yang diusahakan oleh petani gambir mengalami pulang pokok ( Break Event Point ).
3. Jika R/C ratio > 1, maka usaha pengolahan gambir cetak yang diusahakan oleh petani gambir efisien ( menguntungkan )
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata – rata pendapatan usaha gambir cetak pada musim 1 dengan pendapatan usaha gambir cetak pada musim 2, dapat diuji dari rata-rata nilai tengah menggunakan uji beda nilai tengah (uji t) menurut Adiningsih ( 1993 ), dengan tingkat kepecayaan 95% rumus t hitung yang digunakan adalah :
Dimana :
=Pendapatan usaha gambir cetak musim 1
=Pendapatan usaha gambir cetak musim 2
= Rata – rata pendapatan usaha gambir cetak musim 1
= Rata – rata pendapatan usaha gambir cetak musim 2
= Keragaman usaha gambir cetak musim 1
= Keragaman usaha gambir cetak musim 2
= keragaman sampel
= Jumlah sampel petani usaha gambir cetak musim 1
= Jumlah sampel petani usaha gambir cetak musim 2
Maka prosedur uji t sebagai berikut :
Ho : µ1 ≥ µ2
Ha : µ1 < µ2
Keterangan :
µ1 = rata-rata pendapatan usaha gambir cetak musim 1
µ2 = rata-rata pendapatan usaha gambir cetak musim 2
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
• T hitung >T tabel maka keputusannya : terima Ha atau tolak Ho artinya secara statistik pendapatan usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada pendapatan musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%.
• T hitung ≤ T tabel maka keputusannya: tolak Ha atau terima Ho artinya secara statistik pendapatan usaha gambir cetak pada musim 1 lebih besar dan sama dengan pendapatan pada musim 2 dimana perbedaan tersebut tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata – rata efisiensi usaha gambir cetak pada musim 1 dengan efisiensi pada musim 2, dapat diuji dari rata-rata nilai tengah menggunakan uji beda nilai tengah (uji t) menurut Adiningsih ( 1993 ), dengan tingkat kepecayaan 95% rumus t hitung yang digunakan adalah :
Dimana :
= efisiensi usaha gambir cetak musim 1
=efisiensi usaha gambir cetak musim 2
= Rata – rata efisiensi usaha gambir cetak musim 1
= Rata – rata efisiensi usaha gambir cetak musim 2
= Keragaman usaha gambir cetak musim 1
= Keragaman usaha gambir cetak musim 2
= keragaman sampel
= Jumlah sampel petani usaha gambir cetak musim 1
= Jumlah sampel petani usaha gambir cetak musim 2
Maka prosedur uji t sebagai berikut :
Ho : µ1 ≥ µ2
Ha : µ1 < µ2
Keterangan :
µ1 = rata-rata efisiensi usaha gambir cetak musim 1
µ2 = rata-rata efisiensi usaha gambir cetak musim 2
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
• T hitung> T tabel maka keputusannya : terima Ha atau tolak Ho artinya secara statistik efisiensi usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada efisiensi musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%.
• T hitung ≤ T tabel maka keputusannya: tolak Ha atau terima Ho artinya secara statistik efisiensi usaha gambir cetak pada musim 1 lebih besar dan sama dengan efisiensi usaha gambir cetak pada musim 2 dimana perbedaan tersebut tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biaya Usaha Gambir Cetak
Total biaya yang dikeluarkan oleh Pengusaha Gambir cetak rata-rata dalam satu tahun adalah sebesar Rp12.123.066,67 yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, pengeluaran biaya yang paling dominan adalah untuk biaya variabel yaitu biaya bahan baku, bahan bakar, pupuk dan pengambilan air karena merupakan input pokok dalam memproduksi gambir cetak yaitu sebesar Rp10.652.451,61 atau 87,86% dari seluruh rata-rata total biaya produksi selama satu tahun, selanjutnya biaya tetap yang dikeluarkan hanya untuk penyusutan alat dan bangunan, untuk sewa lahan dan pajak serta pengeluaran tetap lainnya tidak ada ditemui dilokasi penelitian, rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan dalam 1 tahun sebesar Rp 1.470.615,054 atau 12,13 % dari rata-rata total biaya produksi.
Pada penelitian dilapangan dalam 1 tahun tersebut ada 2 musim produksi maka rata-rata total biaya yang dikeluarkan juga berbeda. Pada musim 1 rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 6.485.178,495 yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, pengeluaran biaya yang paling dominan juga pada biaya variabel yaitu biaya bahan baku, bahan bakar, pupuk dan air karena merupakan input pokok dalam memproduksi gambir cetak pada musim 1 yaitu sebesar Rp5.749.870,968 atau 88,66 % dari seluruh rata-rata total biaya produksi selama musim 1, selanjutnya biaya tetap yang dikeluarkan hanya untuk penyusutan alat dan bangunan yaitu sebesar Rp 735.307,5269 atau 11,33 % dari seluruh rata-rata total biaya produksi selama musim 1. Pada musim 2 sama halnya dengan musim 1 tetapi besarnya pengeluaran yang berbeda yaitu rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 5.637.888,172 yang terdiri dari biaya variabel yang dikeluarkan sebesar Rp 4.902.580,645 atau 86,96 % dari seluruh rata-rata total biaya produksi selama musim 2dan biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp 735307,5269 atau 13,04 % total biaya produksi selama musim 2.
Penerimaan Usaha Gambir Cetak
Total penerimaan yang diterima dalam satu tahun pada usaha gambir cetak ini adalah Rp 19.319.032,26,- dimana dalam satu tahun tersebut terjadi dua kali proses produksi yang dikelompokkan untuk musim 1 dan musim 2. Pada musim 1 penerimaan usaha gambir cetak rata-rata didapatkan sebesar Rp 9.751.935,484,- dan musim 2 penerimaan rata-rata usaha gambir cetak didapatkan sebesar Rp 9.567.096,774,-. Perbedaan ini terjadi karena penyebab faktor alam dan harga, faktor alam dikarenakan bahwa bahan baku daun gambir tergantung musim hujan dan juga musim panas serta pertumbuhan daun , jika musim 1 produksi gambir cetak lebih banyak dari musim ke 2 hal ini disebabkan perolehan getah gambir serta bahan baku yang lebih banyak dari musim sebelumnya untuk memproduksi gambir cetak , sementara harga yang tidak sama setiap musim produksi akan berdampak kepada penerimaan petani pengusaha gambir cetak dimana harga yang berlaku pada musim 1 rata-rata berada pada tingkat petani pengusaha gambir cetak sebesar Rp 21.806,45161,- dan untuk musim 2 sebesar Rp 25.193,54839,-, jadi dapat terlihat bahwa harga untuk musim produksi ke 2 lebih tinggi dari pada musim sebelumnya, karena harga tergantung dari permintaan pelaku pasar setempat yang juga disesuaikan dengan harga komoditas dunia.
Pendapatan dan Efisiensi Usaha Gambir Cetak.
Penerimaan yang diterima oleh unit usaha petani pengusaha gambir cetak cukup besar tetapi jika dilihat dari pendapatannya kurang dari setengah penerimaannya, ini terjadi pada setiap musim baik musim 1 maupun musim 2, pada musim 1 tingkat penerimaan yang didapat unit usaha petani pengusaha gambir cetak rata-rata Rp 9.751.935,484, tetapi biaya yang harus dikeluarkan juga besar yaitu Rp 6.485.178,495. Maka pendapatan unit usaha petani pengusaha gambir cetak yang diterima menjadi kecil yaitu sebesar Rp 3.266.756,989. Begitu juga pada musim 2 tingkat penerimaan unit usaha petani pengusaha gambir cetak rata-rata sebesar Rp 9.567.096,774, biaya yang dikeluarkan juga besar yaitu Rp 5.637.888,172, maka pendapatan unit usaha petani pengusaha gambir cetak yang didapatkan menjadi kecil yaitu sebesar Rp 3.929.208,602
R/C rasio usaha gambir cetak dalam satu tahun sebesar 1.57 artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57 dalam 1 tahun tersebut, untuk lebih jelas lagi dapat dilihat tingkat efisiensi usaha gambir cetak pada setiap musimnya, pada musim 1 R/C rasio usaha gambir cetak didapatkan sebesar 1,48 artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,48 dalam musim 1 produksi gambir cetak, kemudian pada musim 2 R/C rasio yang didapatkan sebesar 1,67 artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,67 dalam musim 2 produksi gambir cetak, dengan demikian usaha gambir cetak di Nagari Sialang sudah dapat dikatakan efisien dan menguntungkan, ini terlihat dari rata-rata jumlah penerimaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan sehingga petani gambir cetak masih bisa menikmati pendapatan yang mereka peroleh.
Uji Beda Rata-Rata Pendapatan dan Efisiensi pada Usaha Gambir Cetak Musim 1 dan Musim 2
Hasil analisis terhadap uji beda rata-rata pendapatan yang dilakukan pada kedua musim produksi gambir cetak didapat nilai t hitung usaha gambir cetak : 1,852 angka tersebut lebih besar dari nilai T tabel 1,697, jadi T hitung > T tabel maka keputusannya : terima Ha atau tolak Ho artinya secara statistik pendapatan usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada usaha gambir cetak musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%. Perbedaan yang signifikan dari pendapatan yang terjadi pada musim 1 dan musim 2 bisa menjadi pertimbangan bagi petani dalam mengusahakan gambir cetak, karena setiap musimnya harga gambir selalu berfluktuasi serta produksi dan kualitas gambir yang dihasilkan juga berbeda, tinggal bagi petani untuk mengoptimalkan produksi pada musim yang mana bagusnya agar pendapatan yang diinginkan maksimal didapatkan, jika saja tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan usaha gambir cetak maka petani yang mengusahakannya akan melakukan perlakukan yang sama terhadap produksinya.
Hasil uji beda rata-rata efisiensi yang dilakukan pada kedua musim produksi gambir cetak didapat nilai T hitung usaha gambir cetak : 23,213 angka tersebut lebih besar dari nilai T tabel 1,697 jadi T hitung > T tabel maka keputusannya : terima Ha atau tolak Ho artinya secara statistik efisiensi usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada efisiensi usaha gambir cetak musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%. Ada perbedaan yang signifikan dari tingkat efisiensi usaha gambir cetak ini, untuk itu petani bisa melihat pada musim yang mana usahanya lebih efisien dan menguntungkan untuk meningkatkan usaha gambir cetaknya, walaupun dari musim1 dan musim 2 R/C rasio usaha lebih dari 1 yang artinya semua musim dalam 1 tahun tersebut menguntungkan tetapi ada salah satu musim yang lebih tinggi tingkat efisiensinya dalam berusaha gambir cetak. Dilihat dari hasil penelitian pada musim 2 tingkat efisiensi usaha lebih tinggi dari pada efisiensi usaha musim 1 maka petani dapat melihat peluang untuk lebih meningkatkan usaha pada musim 2. Hal ini disebabkan oleh karena penerimaan yang lebih tinggi pada musim 2 jika dibandingkan dengan musim 1 dengan begitu bisa dilihat bahwa penerimaan yang tinggi sangat dipengaruhi oleh harga sementara produksi gambir cetak lebih banyak pada musim 1 begitu juga dengan biaya yang dikeluarkan.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pendapatan rata-rata usaha gambir cetak dalam 1 tahun adalah sebesar Rp. 7.195.965,59 pendapatan ini terbagi ke dalam musim 1 sebesar Rp. 3.266.756,989 dan pada musim 2 sebesar Rp. 3.929.208,602. Hasil analisis R/C Ratio usaha gambir cetak selama 1 tahun adalah sebesar1,57, dimana angka tersebut lebih besar dari 1 maka usaha gambir cetak selama 1 tahun ini sudah efisien dan menguntungkan, begitu juga jika dilihat dari musim 1 dan musim 2 yang juga sudah dapat dikatakan efisiensi dan menguntungkan usaha gambir cetaknya yaitu pada musim 1 sebesar1,48 dan pada musim 2 sebesar 1,62. Secara statistik pendapatan usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada usaha gambir cetak musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%, begitu juga dengan efisiensi usaha, secara statistik efisiensi usaha gambir cetak pada musim 2 lebih besar dari pada efisiensi usaha gambir cetak musim 1 dimana perbedaan tersebut nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Saran yang diharapkan kepada petani sebagai pengusaha gambir cetak dalam penelitian ini agar lebih mengoptimalkan usaha untuk mendapatkan pendapatan maksimal pada musim 2 yang diiringi dengan mencari informasi terhadap harga ke pasar gambir dan petani sebagai pengusaha gambir cetak lebih mencari informasi teknologi kepada dinas terkait atau pihak berwenang dan mengadopsi teknologi baru dalam pengolahan gambir cetak untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Pemerintah dalam hal ini ikut menjaga keseimbangan dan mempertahankan usaha gambir cetak dilokasi penelitian, baik dari stabilitas harga dan fasilitator dengan pihak luar. Diharapkan kepada pemerintah atau swasta agar dapat berinvestasi dalam pembangunan pabrik pengolahan lebih lanjut gambir cetak sehingga lebih meningkatkan nilai tambah dari komoditi gambir cetak yang juga berdampak kepada harga gambir cetak untuk peningkatan pendapatan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. 1993. Statistik ( Edisi I ).BPFE-Yogyakarta.Yogyakarta.
Fauza, Hamda. 2009. Tanaman Gambir, Mutiara Baru dari Sumatera Barat. http://www.cps-sss.org/sumbar/kabupaten50kota (Diakses 14 oktober 2010).
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta
Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori Dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sumantri,Anton.2008. Prospek Pengembangan Gambir Masih Terbuka Lebar. http://gebuminang.org/ prospek pengembangan gambir masih terbuka lebar. html I/ (Diakses 14 oktober 2010).
Langganan:
Postingan (Atom)